Minggu, 10 April 2011

makalah askeb IV komplikasi kala IV dan Nifas

BAB I
Pendahuluan


Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu. Komplikasi mas anifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada waktu persallinan dan masa nifas.
      Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hamper 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah yang dapat penyusun rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:

Dengan melihat latar belakang serta rumusan masalah yang dikemukakan, maka penyusun memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:
Metode penulisan untuk mengumpulkan data-data dalam penyusunan makalah ini dengan cara metode litelature, yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai jenis buku sumber yang relevan, browsing di internet, dan artikel yang berkaitan dengan pembahasan masalah.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Persalinan Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
                        Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya kontraksi  uterus yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus. Involusi normal yait tonus – uterus tetap berkontraksi. TFU sejajar atau dibawah pusat.

            Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-300 ml.

Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri.

Indikasi-Indikasi untuk Tindakan dan / Rujukan selama Persalinan Kala IV
Penilaian
Temuan dari penilaian dan pemeriksaan
Rencana asuhan atau perawatan
  • Pendarahan pasca persalinan
  • Pendarahan pascapersalinan
  • Uterus lembek dan tidak berkontraksi
  1. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus.
  2. Segera mlai melakukan kompresi bimanual interna.
  3. Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
  4. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat)..
  5. Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV.
  6. Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.
  • Pendarahan pasca persalinan.
  • Vagina peineum, serviks
  • Pendarahan pasca persalinan
  • Plasenta lengkap
  • Uterus berkontraksi
  1. Lakukan pemeriksaan secara hati-hati.
  2. Jika terjadi laserasi derajat satu atau dua lakukan penjahitan (lihat lampiran 4)
  3. Jika terjadi laserasi derajat tiga atau empat atau robekan serviks :
  • Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS)
  • Segera rujuk ibu fasilitas dengan kemampuan gawat darurat obstetri.
  • Dampingi ibu ketempat rujukan.
  • Nadi
  • Tekanan darah
  • Pernafasan
  • Kesehatan dan kenyamanan secara keseluruhan
  • Urin
  • Nadi cepat, lemah (110 kali/menit atau lebih)
  • Tekanan darah rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
  • Pucat
  • Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
  • Nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit)
  • Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
  • Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam).
  1. Baringkan miring kekiri.
  2. Jikamungkin, naikkan kedua tungkai untuk meningkatkan curah darah kajantung.
  3. Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS. Infuskan 1 L dalam 15 sampai 20 menit ; jika mungkin infuskan 2 L dalam waktu satu jam pertama, kemudian turunkan ke 125 cc/jam.
  4. Segera rujuk kefasilitas yang memiliki kemampuan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
  5. Dampingi ibu ketempat rujukan.
  • Nadi
  • Urin
  • Suhu tubuh
  • Meningkatnya nadi (100 kali/menit atau lebih)
  • Temperatur tubuh daiatas 38°C
  • Urin pekat
  • Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam)
  1. Anjurkan ibu untuk minum
  2. Nilai ulang ibu setiap 15 Menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
  3. Jika kondisinya tidak membaik dalam waktu satu jam, pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau Ns 125 cc/jam.
  4. Jika temperatur tubuh tetap tinggi, ikuti asuhan untuk infeksi (dibawah)
  5. segera rujuk kefasilitas yang memepunyai kemampuan asuhan gawat darurat obstetri.
  6. dampingi ibu ketempat rujukan.
  • Nadi
  • Suhu
  • Cairan vagina
  • Kesehatan dan kenyamanan secara umum
  • Nadi cepat 9110 kali/menit atau lebih)
  • Temperatur tubuh diatas 38°C
  • Kedinginan
  • Cairan vagina yang berbau busuk
  1. Baringkan miring kekiri
  2. Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
  3. Berikan ampisilin 2 gr atau amoksilin 2 gr per oral.
  4. Segera rujuk kefasilitas yang memiliki kemampuan asuhan gawat darurat obstetri.
  5. Dampingi ibu ketempat rujukan.
  • Tekanan darah
  • Urin
  • Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg
  • Proteinuria
  1. Nilai ulang darah setiap 15 menit ( pada saat beristirahat diantara kontraksi dan meneran).
  2. Jika tekanan darah 110 mmHg atau lebih, pasang infus menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125 cc/jam.
  3. Baringkan miring kekiri.
  4. Lihat penatalaksanaan preeklampsia berat.
  • Tekanan darah
  • Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih.
  • Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan.
  • Kejang
  1. Baringkan miring kekiri.
  2. Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau normal salin 125 cc/jam.
  3. Jika mungkin berikan dosis awal 4 gr MgSO4 20% IV selama 20 menit.
  4. Berikan MgSO4 50%, 10 gr (5 gr IM pada masing-masing bokong)
  5. Segera rujuk kefasilitas yang memiliki kemampuan asuhan gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.
  • Tonus uteri
  • Tinggi fundus
Bagian bawah uterus sulit dipalpasi.
Tinggi fundus diatas pusat.
Uterus terdorong/condong kesatu sisi.
  1. Bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya.
  • Kemudian masase uterus hingga berkontraksi baik.
  • Kemudian masase uterus hingga berkontraksi baik.






Perdaraha Kala IV
1. Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

2. KlasifikasiPerdarahan
 Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Cara Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.



Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
3.Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah














2.1.2 Masalah yang terjadi pada kala IV dan penanganannya
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

II. INSIDEN
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
III. ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.
IV. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
V. GEJALA KLINIS
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

VII. DIAGNOSA BANDING
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
VIII. PENATALAKSANAAN
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
 Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Cara manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.



IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
X. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.
Invertio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah terjadi maka terapinya :
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki keadaan umum.
- Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal (operasi Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.




3. Perdarahan karena robekan servik
Derajat satu
Derajat dua
Derajat tiga
Derajat empat
Mukosa vagina
Mukosa vagina
Mukosa vagina
Mukosa vagina
Komisura posterior
Komisura posterior
Komisura posterior
Komisura posterior
Kulit perineum
Kulit perineum
Kulit perineum
Kulit perineum

Otot perineum
Otot perineum
Otot perineum


Otot sfingter ani
Otot perineum dan dinding depan rectum

I. Perlukaan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan perinium tidak seberapa sering terdapat.Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa,tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar.Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum.Perdarahan biasanya banyak,tapi mudah diatasi dengan jahitan.
Kadang-kadang robekan bagian atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks.Apabila ligamentum latium terbuka dan cabang-cabang arteri terputus,timbul banyak perdarahan yang membahayakan jiwa penderita.Apabila perdarahan demikian itu sukar dikuasai dari bawah,terpaksa dilakukan laparatomi dan ligamentum latium dibuka untuk menghentikan perdarahan,jika hal yang terakir ini tidak berhasil,arteri hipogaspika yang bersangkutan perlu dilihat.

II.Robekan Seviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks,sehingga cerviks seorang multipara berbeda daripada yang belum melahirkan per vaginam.Robekan cerviks yang luas menimbulkan perdarahan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plae sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,khususnya robekan cerviks.
Dalam keadaan ini cerviks harus diperiksa dengan spekulum.pemeriksaan ini juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sakit.Apabila ada robekan cerviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,supaya batas antara robekan dapat dihat dengan baik jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka,baru kemudian diadakan jahitan terus kebawah.
Apabila cerviks dan his kuat,cerviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin,sedangkan pembukaan tidak maju.Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian cerviks atau pelepasan cerviks suc sirkelit.Hal ini dapat dihindarkan dengan sc jika diketahui ada Distocia Cervikalis.
Apabila sudah terjadi pelepasan cerviks,biasanya tidak membutuhkan pengobatan,hanya jika ada perdarahan tempat perdarahan dijahit.Jika bagian cerviks yang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain,hubungan ini sebaiknya diputuskan.
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :
  • Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
  • Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
  • Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
  • Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Perdarahan post partum dapat dikendalikan melalui kontraksi & retraksi serat-serat miometrium.Kontraksi & retraksi menyebabkan terjadinya pembuluh darah sehingga aliran darah ketempat placenta jadi terhenti .Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atoniauteri.
2. Penyebab Atonia Uteri :






1.   Kontraksi uterus lemah
2.Darah merah tua berasal dari vena

•Robekan Serviks.
1.Kontraksi kuat uterus
2.darah merah tua berasal dari arteri

Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan salah satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Kompresi Bimanual Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus uteri. Karena ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca partum. Oleh karena itu, Terapkan teknik septik-aseptik .
b.KAA
Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta abdominal, cara ini dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari




pasang infus Ringer menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan Ringer Laktat 500 ml + 20 unit oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin
           Ulangi lagi KBI
Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat difasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan oprasi dan tranfusi darah
•Rujuk segera dampingi ibu ketempat rujukan teruskan melakukan KBI
Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitocin dalam 500cc larutan dengan laju 500/jam hingga tiba ditempat rujukan/hingga menghabiskan 1,5 L infus, Kemudian berikan 125cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minimum untuk rehidrasi
Lakukan KAA (Kompresi aorta abdominal)
Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kulumna vertebralis dengan arah tegak lurus (Titik kompresi adalah tepat di atas pusar sedikit dan sedikit ke arah kiri)
Pertahankan selama 5-7 menit. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah atau sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis ( yang dipantau dengan jari telunjuk, dan tengah tangan kanan ) akan berkurang atau terhenti ( tergantung derajat tekanan pada aorta).

















Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau ± 40 hari(Prawirohardjo,2002).


- Enam minggu post partum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr.
 Penatalaksanaan
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum.
1). Kunjungan I :
 6 – 8 jam setalah persalinan
Tujuannya :
a). Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b). Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila perdarahan berlanjut.
c). Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d). Pemberian ASI awal.
e). Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f). Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi

2). Kunjungan II :
 6 hari setelah persalinan
Tujuannya :
a). Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b). Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
c). Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
d). Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda – tanda penyakit.
e). Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari– hari.

3). Kunjungan III :
 2 minggu setelah persalinan.
Tujuannya : sama dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )

4). Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan.
Tujuannya :
a). Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami.
b). Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).

2.2.2 Masalah yang terjadi pada masa nifas
                       1. Pengertian
            Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada waktu persallinan dan masa nifas.
                                    A. Infeksi Nifas
                                   1. Pengertian
            Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.
                                   2. Etiologi
                                   a. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan.
                                               1) Ektogen (kuman datang dari luar)
                                    2) Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
                                               3) Endogen (dari jalan lahir sendiri)
                       b. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
                                               1)  Streptococcus Haemolyticus Aerobik
             Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat – alat yang tidak suci hama, tangan penolong.
                                               2)  Staphylococcus aureus
            Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
                                                3)  Eschericia coli
                        Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
                                               4)  Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
           3.   Patofisiologi
                       Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman dan masuknya jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Servik sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum, yang merupakan tempat masuknya kuman patogen.
           Infeksi nifas dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu satu infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, servik dan endometrium, kedua penyebaran dari tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
           4. Tanda dan gejala
                       Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk :
                       Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
                       Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, pernafasan dapat meningkat dan terasa sesak, kesadaran gelisah sampai menurun dan koma, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.
           5. Cara terjadinya infeksi
            a)  Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau periksa dalam yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga rahim.
                       b)  Alat-alat yang tidak suci hama.
                       c)  Infeksi droplet, sarung tangan dan alat – alat terkena infeksi, kontaminasi yang berasal dari  hidung, tenggorokan dari penolong.
                       d) Infeksi rumah sakit.
                       e) Koitus pada akhir kehamilan pada ketuban pecah dini.
                        f) Infeksi intra partum.
           6. Faktor predisposisi
                       a. Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.
                       b. Tindakan operasi persalinan.
                       c. Tertinggalnya plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
                       d. Ketuban pecah dini.
                       e. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum.
           7. Pencegahan
a. Lakukan mobilisasi dini sehingga darah lochea keluar dengan lancar.
                       b. Perlukaan dirawat dengan baik.
  c. Rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi nasokomial.
           8. penatalaksanaan
                       Disamping pemberian antibiotik dalam pengobatan infeksi peurperalis masih diperlukan beberapa tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
           Macam-macan infeksi
Luka menjadi nyeri merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan getah bernanah
Penanganannya
.jika terjadi infeksi dari luka luar maka biasanya jahitan diangkat supaya drainase getah-getah luka atau lakukan kompres.
      Infeksi puerperalis paling sering menjelma sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi kuman-kuman menyerbu kedalam luka endometrium biasaanya bekas perlekatan plasenta. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun.
                       Penanganannya
            Pasien sebisa mungkin di isolasi,tapi bayi boleh terus menyusu pada ibunya. Untuk pelancaran pengaliran lochia pasien boleh diletakan dalam posisi fowler dan diberi uterotonika serta dianjurkan banyak minum.
Tromboflebitis pelvis yaitu peradangan pada vena-vena dinding rahim dan lig, latum. Sedangkan Tromboflebitis femoralis yaitu perdangan pada vena-vena tungkai.
                       Tujuan terapi pada tromboflebitis adalah sbb:
Pengobatan tentang antikoagulan (heparin dikumarol) bermasud untuk mengurangi terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli
Peritonitis yaiutu infeksi puerperalis melalui jalan lympha dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis. Gejalanya nyeri perut spontan maupun saat palpasi,demam menggigil,pols tinggi kecil,muntah,gelisah,mata cekung.
           Penanganan :
Anti biotic diberikan dengan dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut diberi obat miler tube.cairan diberi perinfus,tranfusi darah dan oksigen juga baik.pasien diberi obat sedative untuk menghilangkan rasa nyeri.makanan dan minuman setelah ada flatus.
Parametritis yaitu infeksi puerperalis melalui jalan lympha dapat menjalar keparametrium
           Penanganan
Pasien diberi antibiotik dan jika terdapat fluktuasi perlu dilakukan incise diatas lipat paha atau pada kavum dauglas.